Rabu, 24 Desember 2014

PGSD 3/C - 01 Implikasi Aliran Progresivisme dalam Pendidikan

Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat.
Tokoh aliran progresivisme salah satunya adalah John Dewey. Seorang profesor di Universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Ia lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermon, dan meninggal pada tanggal 1 Januari 1952 di New York. Ia tercatat sebagai salah seorang pendiri filsafat pragmatisme. Ide filsafatnya yang utama berkisar pada problema pendidikan yang konkret, baik teori maupun praktik. Reputasi internasionalnya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam bidang filsafat pendidikan progresivisme di Amerika Serikat. Dewey juga tidak hanya berpengaruh di kalangan ahli filsafat profesional, tetapi juga karena perkembangan idenya dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik, dan ilmu jiwa. Ia juga tercatat sebagai juru bicara tentang cara-cara kehidupan demokratis yang sangat terkenal di Amerika Serikat. Karya-karya Dewey yang dianggap penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of Certainly Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan yang paling fenomenal adalah Democracy and Education (1916).
Teori Dewey tentang sekolah adalah “progresivisme”, yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child Centered Curiculum” dan “Child Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya “My Pedagogical Creed”, bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. 
Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengaharapkan perubahan yang sangat cepat agar lebih cepat mencapai tujuan.
Gerakan progresif terkenal luas karena reaksinya terhadap sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru, “Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama”. Banyak guru yang mendukungnya.
Biasanya aliran progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan mempunyai hati terbuka.
Progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar, hasil belajar, dan juga pengalaman teman sebaya.
Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan peserta didik untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini.
Aliran ini mempunyai konsep yang mempercayai manusia memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya, memiliki kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang akan mengancam manusia itu sendiri. Pendidikan dianggap mampu mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan. Tujuan pendidikan selalu diartikan sebagai rekontruksi pengalaman yang terus menerus dan bersifat progresif.
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita kehidupan, dengan tujuan agar manusia dapat bertahan menghadapi semua tantangan hidup. Aliran ini dinamai pula sebagai aliran instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Selain itu, aliran ini juga dinamai sebagai aliran environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Menurut aliran ini, pendidikan harus memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus menerus. Anak didik diharapkan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Pendidikan bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan. Selain itu, pendidikan juga bertujuan membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang demokratis yang mampu mengemukakan pendapatnya melalui pengalamannya.
Proses belajar terpusat kepada siswa, namun hal ini tidak berarti bahwa siswa akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Oleh karena itu, siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam proses belajar. Dalam melakukan tugasnya, guru mempunyai peranan-peranan, yaitu sebagai :
-          Fasilitator, orang yang menyediakan dirinya untuk kelancaran proses belajar.
-          Motivator, orang yang mampu membangkitkan minat anak didik untuk terus giat belajar.
-          Konselor, orang yang dapat membantu anak didik menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar.  
Guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik peserta didik, kecintaan terhadap anak, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang baik. Peranan guru adalah membimbing peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah. Guru harus mampu mengenali peserta didik, terutama pada saat apakah peserta didik memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan.
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan pada abad ke-20. Aliran ini meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, aliran filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Karena pendidikan yang otoriter akan mematikan anak didik untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran.
Aliran filsafat progresivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, tetapi selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu.
Pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif sehingga output (keluaran) yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas, unggul, berkompetitif, inisiatif, adaptif, dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, dimana apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan “Belajar Sambil Berbuat” (Learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
Dari pandangan tersebut, maka sangat jelas sekali bahwa aliran filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Dalam pendidikan, seharusnya guru dapat merancang  dan mempersiapkan suatu pembelajaran dengan memotivasi sehingga dapat menimbulkan suatu pertanyaan atau masalah. Kemudian dilanjutkan dengan arahan guru menggali informasi, mengkonfirmasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mengarahkan pada tujuan apa yang belum dan harus diketahui. Dengan begitu, guru dapat mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa dalam melaksanakan pembelajaran berdasarkan inkuiri. Jadi terlihat bahwa siswa akan dapat menemukan sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang timbul di awal pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan jalan menemukan sendiri sebagai hasil kemandiriannya.
Selain itu, pembelajaran dapat  dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya heterogen, agar anak didik dapat bekerja sama, saling berinteraksi dan mendiskusikan hasil secara bersama-sama, saling menghargai pendapat teman, dan dapat memutuskan kesimpulan yang disepakati bersama.



Referensi:
Sadulloh, Uyoh. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung : Cipta Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar