Senin, 09 Maret 2015

Masjid Kasunyatan Banten

Masjid Kasunyatan adalah masjid pertama yang dibangun di Banten. Masjid ini terletak di kampung Kasunyatan kecamatan Kasemen kabupaten Serang. Masjid Kasunyatan awalnya bernama Masjid Al Fatihah yang berarti pembuka. Karena dahulu di daerah tersebut merupakan daerah kekuasaan kerajaan Hindu, maka Masjid Al Fatihah disimbolkan sebagai masjid pembuka bagi syiar Islam di Banten.
Masjid Kasunyatan dibangun ketika Kerajaan Demak berjaya. Sehingga bentuk masjid menyerupai Masjid Demak. Masjid ini memiliki menara segi empat yang bentuknya menyerupai Masjid Pacinan. Menara ini bergaya portugis, karena dipengaruhi oleh orang-orang Portugis yang pada saat itu banyak berdagang di wilayah Banten. Kemudian terdapat kolam pekulahan bintang empat yang merupakan tempat mandi dan wudhu, yang dahulu digunakan untuk meng-Islam-kan orang-orang yang mau masuk Islam.
Masjid Kasunyatan terkenal dengan masjid serba empat, karena bagian dalam masjid ini selalu mengandung angka empat. Seperti tiang di dalam masjid yang berjumlah empat, pada bagian ujung atap masjid terdapat payung dan burung yang berjumlah empat, kolam pekulahan bintang empat dan menara masjid yang berbentuk segi empat, bahkan luas masjid yang 12 X 12 meter itu jika dikalikan akan menghasilkan 144.
Kesengajaan serba empat yang ada pada bagian penting masjid tentu saja bukan tanpa arti. Angka empat merupakan simbol bahwa Sultan Hasanuddin ingin mengajarkan empat hal kepada penduduk yang ada di Banten saat itu yakni keislaman, keimanan, keikhsanan, dan keikhlasan. Dari keempat yang diajarkan itu yang tersulit dicapai adalah keikhlasan, karena tidak banyak yang bisa berbuat ikhlas. Maka pembangunan menara masjid hanya dibuat tiga tingkat, meski awalnya akan dibangun empat tingkat.
Di masjid inilah Sultan Hasanuddin pertama kali bermunajat kepada Allah. Hingga kini, Masjid Kasunyatan masih dipergunakan oleh penduduk setempat untuk melakukan berbagai kegiatan peribadatan.


 
Referensi:
http://bantenraya.com/component/content/article/3-serang-raya/6723--masjid-kasunyatan-masjid-pembuka-islam-di-banten

Rabu, 28 Januari 2015

Tasikardi Banten

Tasikardi adalah sebuah tempat berupa danau dengan luas sekitar 5 hektar, yang dibuat pada masa Sultan Maulana Yusuf. Selain digunakan untuk mengairi sawah-sawah yang ada disekitarnya, air dari danau ini juga dimanfaatkan untuk keperluan di Keraton Surosowan yang dialirkan melalui pipa dan disaring di tempat penyaringan khusus yang dikenal dengan pangindelan abang (merah), pangindelan putih, dan pangindelan emas.
Sekarang, danau tasikardi dijadikan obyek wisata dan termasuk salah satu tempat bersejarah yang cukup ramai dikunjungi wisatawan, terutama pada hari libur. Pohon-pohon rindang di sekeliling danau bisa menjadi pilihan wisatawan sebagai tempat berteduh sambil menikmati keindahan danau. Air danau ini tidak pernah kering ataupun meluap, sehingga terlihat tenang dengan alur mengikuti arah angin. Untuk tempat duduk, wisatawan bisa memilih duduk di bangku-bangku yang ada di beberapa sudut pinggir danau atau menyewa tikar.
Di tengah danau ini terdapat pulau berbentuk segi empat, yang dahulu digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga sultan. Di pulau tersebut terdapat sisa-sisa peninggalan Kesultanan Banten seperti kolam penampungan air, pendopo, kamar mandi, dan jungkit-jungkitan (permainan untuk anak-anak). Bagi wisatawan yang ingin menginjakkan kaki di pulau tersebut, bisa menempuhnya dengan perahu atau bebek-bebekan yang disewakan oleh pengelola obyek wisata tasikardi ini.



Referensi:

Senin, 12 Januari 2015

Benteng Spellwijk Banten

Benteng Spellwijk dibangun oleh arsitek Belanda yang bernama Hendrick Lucasz Cardeel pada tahun 1684-1685. Benteng ini merupakan reruntuhan dari benteng Kesultanan Banten yang telah dihancurkan, yang kemudian dibangun kembali oleh Belanda.
Sekarang, benteng ini hanya tinggal reruntuhannya. Sisa-sisa bangunan yang masih tampak sebagian besar merupakan bagian-bagian pondasinya saja. Benteng ini dibangun dengan batu kali, batu karang, dan batu bata yang direkatkan menggunakan semen. Bagian bawah bangunan terbuat dari batu cadas atau karang, sedangkan bagian atasnya terbuat dari batu bata.
Di sekeliling benteng terdapat parit-parit sebagai celah pertahanan benteng di bagian luar, kini lebarnya sekitar 4 meter dengan kedalaman yang dangkal. Dahulu, parit pertahanan ini diperkirakan sangat lebar dan dalam, sehingga tidak sembarangan orang dapat mendekati benteng tersebut.
Di dalam lingkungan benteng, terdapat lorong-lorong gelap yang konon dahulu digunakan sebagai tempat tahanan, penyimpanan senjata, dan logistik. Pada bagian atas bangunan inilah meriam-meriam diletakkan sebagai pertahanan utama benteng. Moncong meriam diarahkan langsung ke arah laut (Teluk Banten).



Referensi:

Keraton Kaibon Banten

Keraton Kaibon dibangun pada tahun 1815. Keraton ini adalah istana tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syafiuddin. Ketika itu Sultan Syafiuddin masih sangat belia, sehingga pemerintahan dijalankan oleh ibundanya. Nama kaibon berasal dari kata keibuan. Di samping keraton ini ada sebuah pohon besar dan sebuah kanal.
Pada tahun 1832, keraton ini dihancurkan oleh Belanda bersama-sama dengan Keraton Surosowan karena Sultan Syafiuddin menolak permintaannya untuk meneruskan pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, dan pelabuhan armada Belanda di Labuan.
Sekarang, keraton ini hanya tinggal reruntuhannya saja. Tetapi, masih banyak bagian bangunan yang masih berdiri tegak hingga sekarang. Ruangan yang diduga kamar Ratu Aisyah juga masih tersisa seperempat bagian. Bagian lantainya dibuat lebih menjorok ke bawah (tanah) untuk diisi air sebagai pendingin ruangan. Di atasnya dipasang papan yang berfungsi sebagai lantai. Lubang-lubang penyangga papan masih terlihat hingga sekarang.



Referensi:

Sabtu, 10 Januari 2015

Masjid Pecinan Tinggi Banten

Masjid Pecinan Tinggi adalah masjid yang pertama kali dibangun oleh Sultan Hasanuddin. Masjid ini dibangun di sebuah pemukiman Cina pada masa Kesultanan Banten. Sekarang, masjid ini hanya tinggal reruntuhannya saja dengan sisa pondasi bangunan induknya yang terbuat dari batu bata dan batu karang, dan dinding mihrabnya yang membujur arah timur barat.
Di halaman depan sebelah kiri (utara) masjid terdapat sisa bangunan menaranya yang berdenah bujur sangkar. Menara ini terbuat dari batu bata, dengan pondasi dan bagian bawahnya terbuat dari batu karang. Bagian atas menara ini sudah hancur, sehingga wujud secara keseluruhannya sudah tidak nampak lagi.
Tidak jauh dari menara tersebut terdapat sebuah makam Cina. Makam tersebut adalah satu-satunya makam yang terdapat di tempat ini. Di makam tersebut ada tulisan Cina yang masih jelas, yang menjelaskan bahwa yang dikuburkan di tempat itu adalah pasangan suami istri (Tio Mo Sheng + Chou Kong Chian) yang berasal dari desa Yin Shao, dan batu nissan tersebut didirikan pada tahun 1843.



Referensi:

Vihara Avalokitesvara Banten

Vihara Avalokitesvara dibangun oleh salah satu Raja Banten yang pernah memerintah pada tahun 1652 yaitu Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Ia mendirikan vihara ini karena ketika itu ia melihat banyak perantau dari Cina yang membutuhkan tempat ibadah. Nama vihara ini diambil dari nama seorang Buddha yakni Buddha Avalokitesvara.
Di dalam vihara ini terdapat 16 patung dewa. Patung tertua yang ada disana adalah patung Dewi Kwan Im yang sudah berusia 600 tahun. Patung tersebut dibawa langsung dari Cina. Patung Dewi Kuan Im adalah satu-satunya patung yang selamat dalam kebakaran hebat yang pernah menghanguskan vihara ini pada tahun 2009.
Selain itu, terdapat ukiran-ukiran dinding yang menceritakan peristiwa meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883. Letusan tersebut mengakibatkan terjadinya tsunami dan air bah yang sangat deras yang menggelundung di luar vihara. Orang-orang yang berlindung di dalam vihara berdoa agar mereka diselamatkan dan mukjizat pun terjadi. Air bah dan lahar tidak masuk ke dalam bangunan vihara dan semua orang yang berlindung di dalamnya pun selamat.
Akibat peristiwa tersebut, masyarakat Buddha Banten percaya bahwa vihara ini membawa keselamatan. Banyak umat Buddha dari luar wilayah Banten yang rela datang ke vihara ini untuk beribadah. Selain itu, di dalam komplek vihara ini juga terdapat Sekolah Agama Buddha yang diperuntukkan bagi anak-anak usia sekolah.
Bagi masyarakat Banten, vihara ini tidak hanya sekedar menjadi bangunan bersejarah atau tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai simbol bagaimana masyarakat zaman dahulu mampu mewariskan keharmonisan dalam menghadapi setiap perbedaan yang ada. Masyarakat Banten memang dikenal sebagai komunitas mayoritas muslim, tetapi keharmonisan beragama di Banten Lama ini terjalin sangat baik, bahkan penduduk yang tinggal di sekitar vihara ini sering ikut terlibat dan membantu ketika ada acara dan perayaan-perayaan di vihara ini, seperti perayaan ulang tahun Buddha misalnya.



Referensi: