Karya
Ronggowarsito yang berisi falsafah atau ajaran hidup adalah Serat Kalatidha. “Kala” berarti jaman, sedangkan “Tidha” berarti
ragu. Jadi, Kalatidha berarti jaman penuh keraguan. Serat Kalatidha terdiri
dari 12 bait.
Bait ke 1
Mangkya
darajating praja
Kawuryan
wus sunyaturi
Rurah
pangrehing ukara
Karana
tanpa palupi
Atilar
silastuti
Sujana
sarjana kelu
Kalulun
kala tidha
Tidhem
tandhaning dumadi
Ardayengrat
dene karoban rubeda
Terjemahan:
Keadaan
negara saat ini, sudah semakin tak karuan. Sistem tata negara telah rusak,
karena sudah tak ada yang bisa diikuti lagi. Sudah banyak yang meninggalkan
petuah-petuah leluhur. Para cerdik cendekia pun juga terbawa arus Kala Tidha
(jaman yang penuh keragu-raguan). Suasananya kian mencekam. Karena dunia penuh
dengan kerepotan.
Bait ke 2
Ratune
ratu utama
Patihe
patih linuwih
Pra
nayaka tyas raharja
Panekare
becik-becik
Paranedene
tan dadi
Paliyasing
Kala Bendu
Mandar
mangkin andadra
Rubeda
angrebedi
Beda-beda
ardaning wong saknegara
Terjemahan:
Sebenarnya
rajanya termasuk raja yang baik, patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya
baik, pemuka-pemuka masyarakat baik, namun mereka semua itu tidak bisa
menciptakan kebaikan di masyarakat. Oleh karena daya jaman Kala Bendu. Bahkan
kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi. Lain orang lain pikiran dan tujuannya.
Bait ke 3
Katetangi
tangisira
Sira
sang paramengkawi
Kawileting
tyas duhkita
Atamen
ing ren wirangi
Dening
upaya sandi
Sumaruna
angrawung
Mangimur
manuhara
Met
pamrih melik pakolih
Temah
suka ing karsa tanpa wiweka
Terjemahan:
Saat
itulah perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan, mendapatkan hinaan dan
malu, akibat dari perbuatan seseorang. Tampaknya orang tersebut memberi harapan
yang cukup menggiurkan sehingga sang Pujangga terlalu gembira dan tidak
waspada.
Bait ke 4
Dasar
karoban pawarta
Bebaratun
ujar lamis
Pinudya
dadya pangarsa
Wekasan
malah kawuri
Yan
pinikir sayekti
Mundhak
apa aneng ngayun
Andhedher
kaluputan
Siniraman
banyu lali
Lamun
tuwuh dadi kekembanging beka
Terjemahan:
Persoalannya
kemudian adalah karena kabar angin yang tidak menentu. Kabarnya akan
ditempatkan sebagai orang yang didepan, tetapi akhirnya sama sekali tidak
benar, bahkan tidak diperhatikan sama sekali. Sebenarnya kalau direnungkan, apa
sih gunanya menjadi pemimpin? Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
Bait ke 5
Ujaring
panitisastra
Awewarah
asung peling
Ing
jaman keneng musibat
Wong
ambeg jatmika kontit
Mengkono
yen niteni
Pedah
apa amituhu
Pawarta
lolawara
Mundhuk
angreranta ati
Angurbaya
angiket cariteng kuna
Terjemahan:
Didalam
buku Panitisastra sebenarnya sudah ada peringatan. Dalam jaman yang penuh
kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai. Demikianlah
jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin, akibatnya hanya akan
menyusahkan hati saja. Lebih baik menggubah karya-karya jaman dahulu kala.
Bait ke 6
Keni
kinarta darsana
Panglimbang
ala lan becik
Sayekti
akeh kewala
Lelakon
kang dadi tamsil
Masalahing
ngaurip
Wahaninira
tinemu
Temahan
anarima
Mupus
pepesthening takdir
Puluh-puluh
anglakoni kaelokan
Terjemahan:
Menggubah
kisah lama dapat berguna untuk kaca benggala, untuk membandingkan perbuatan
yang salah dan yang betul. Banyak sekali contoh dalam kisah-kisah lama,
mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, yang akhirnya membuat hati
bisa "nerima" dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan. Melawan
garis takdir itu sebenarnya juga hanya karena terpana oleh banyaknya keelokan yang
menghanyutkan.
Bait ke 7
Amenangi
jaman edan
Ewuh
aya ing pambudi
Milu
edan nora tahan
Yen
tan milu anglakoni
Boya
kaduman melik
Kaliren
wekasanipun
Ndilalah
karsa Allah
Begja-begjane
kang lali
Luwih
begja kang eling lawan waspada
Terjemahan:
Hidup
didalam jaman edan, memang repot. Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi
kalau tidak mengikuti trend jaman, juga tidak bisa mendapat apapun. Akhirnya
malah menderita kelaparan. Namun sudah menjadi kehendak Tuhan, walaupun orang
yang lupa diri itu bahagia, namun masih lebih bahagia lagi orang yang
senantiasa eling dan waspada.
Bait ke 8
Semono
iku bebasan
Padu-padune
kepengin
Enggih
mekoten man doblang
Bener
ingkang angarani
Nanging
sajroning batin
Sejatine
nyamut-nyamut
Wis
tuwa arep apa
Muhung
mahas ing asepi
Supayantuk
pangaksamaning Hyang Suksma
Terjemahan:
Semua
itu sebenarnya hanya karena gejolak hati. Betul bukan? Memang benar jika ada
yang berkata demikian. Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah
tua, apa pula yang mau dicari. Lebih baik menyepi agar mendapat ampunan dari
Tuhan.
Bait ke 9
Beda
lan kang wus santosa
Kinarilah
ing Hyang Widhi
Satiba
malanganeya
Tan
susah ngupaya kasil
Saking
mangunah prapti
Pangeran
paring pitulung
Marga
samaning titah
Rupa
sabarang pakolih
Parandene
maksih taberi ikhtiyar
Terjemahan:
Lain
lagi bagi mereka yang sudah kuat, akan mendapatkan rahmat Tuhan. Bagaimanapun
keadaannya, nasibnya selalu baik. Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat
anugerah. Namun meski demikian mereka masih juga perlu berikhtiar.
Bait ke 10
Sakadare
linakonan
Mung
tumindak mara ati
Angger
tan dadi prakara
Karana
riwayat muni
Ikhtiyar
iku yekti
Pamilihing
reh rahayu
Sinambi
budidaya
Kanthi
awas lawan eling
Kanti
kaesthi antuka parmaning Suksma
Terjemahan:
Jalani
saja sekedarnya. Hanya sekedar untuk menghibur hati. Asal tak menimbulkan
persoalan tak masalah. Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa
manusia itu wajib berikhtiar, hanya harus diingat: harus memilih jalan yang
baik. Bersamaan dengan itu, juga harus awas dan waspada, agar selalu mendapat
berkah dari Tuhan.
Bait ke 11
Ya
Allah ya Rasulullah
Kang
sipat murah lan asih
Mugi-mugi
aparinga
Pitulung
ingkang martini
Ing
alam awal akhir
Dumununging
gesang ulun
Mangkya
sampun awredha
Ing
wekasan kadi pundi
Mula
mugi wontena pitulung Tuwan
Terjemahan:
Ya
Allah ya Rasulullah, yang bersifat murah dan asih, mudah-mudahan memberi
pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini. Sekarang kami telah
tua, akhirnya nanti bagaimana. Hanya Engkau yang mampu menolong kami.
Bait ke 12
Sageda
sabar santosa
Mati
sajroning ngaurip
Kalis
ing reh aruraha
Murka
angkara sumingkir
Tarlen
meleng malat sih
Sanityaseng
tyas mematuh
Badharing
sapudhendha
Antuk
mayar sawetawis
BoRONG
angGA saWARga meSI marTAya
Terjemahan:
Mudah-mudahan
kami dapat sabar dan sentosa, mampu menjalankan “mati didalam hidup”. Lepas
dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan. Biarkanlah kami hanya
memohon karunia pada-Mu agar mendapat ampunan sekedarnya. Kemudian kami
serahkan jiwa dan raga kami.
Kesimpulan:
Dari
Serat Kalatidha di atas, dapat disimpulkan bahwa Ronggowarsito memberi
peringatan kepada kita agar selalu ingat kepada Allah. Meskipun kadang
kehendak-Nya sulit diterima oleh manusia, tapi yakinlah Allah akan menolong
orang-orang yang ingat kepada-Nya.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar