Minggu, 21 Desember 2014

Mengenal Ronggowarsito

Ronggowarsito adalah seorang filsuf Nusantara khususnya Jawa, yang paling besar, terkenal, dan berpengaruh cukup luas serta banyak dipelajari dan diminati oleh sarjana atau ilmuwan dari dalam maupun luar negeri. Dalam tradisi kepustakaan Jawa, Ronggowarsito dianggap sebagai pujangga penutup atau pujangga terakhir karena setelah kematiannya tidak ada lagi seorang pujangga. Meskipun sekarang banyak orang yang menulis karya-karya berbahasa Jawa, mereka tidak dianggap sebagai pujangga tetapi hanyalah penulis. Bahkan Presiden Soekarno pun menyebut Ronggowarsito sebagai “Pujangga Rakyat”.
Nama lengkap Ronggowarsito adalah Raden Ngabehi Ronggowarsito. Ia lahir pada tanggal 15 Maret 1802, dengan nama Raden Bagus Burhan. Nama Raden Ngabehi Ronggowarsito adalah nama ketika ia menjadi pujangga keraton. Ayahnya bernama R. T. Sartono Goroputra, putra dari Raden Ngabehi Yosodipuro II. Ronggowarsito sudah mengenal sastra-sastra Jawa sejak kecil karena ia diasuh oleh kakeknya. Selain cucu dari Yosodipuro II, ia juga cucu buyut dari Yosodipuro I. Yosodipuro I, Yosodipuro II, dan Ronggowarsito adalah pujangga istana Surakarta.
Ronggowarsito banyak mengembara untuk mencari ilmu. Ia menjadi santri di Pondok Pesantren Tegal Sari Ponorogo. Setelah itu, ia mencari ilmu ke pulau Jawa bahkan sampai ke India dan Thailand. Setelah kakeknya meninggal, kemudian ia diangkat menjadi pujangga keraton untuk menggantikan kakeknya, dan dari sinilah karirnya sebagai pujangga keraton dimulai.
Ronggowarsito mempunyai murid-murid orang asing seperti C. F. Winter, J. F. C. Grricke, dan Dr. Falmer Van Den Broug. Mereka belajar banyak tentang bahasa dan kesusastraan Jawa, Ronggowarsito juga banyak belajar tentang kesusastraan Barat dari mereka.
Ronggowarsito meninggal pada tanggal 24 Desember tahun 1873 dalam usia 71 tahun. Ia mengalami penderitaan batin karena kurang diperhatikan oleh pihak istana. Ronggowarsito dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Delapan hari sebelum kematiannya, Ronggowarsito membuat karangan Sabda Jati yang berisi ramalan kematiannya delapan hari lagi di akhir bait. Bait terakhir Sabda Jati tersebut adalah sebagai berikut:
            Pandulune Ki Pujangga durung kemput
            Mulur lir benang tinarik
            Nanging kaseranging ngumur
            Andungkap kasidan jati
            Mulih mring jatining enggon
Terjemahannya:
Sayang sekali “penglihatan” Sang Pujangga belum sampai selesai, bagaikan menarik benang dari ikatannya. Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
            Amung kurang wolung ari kang kadulu
            Tamating pati patitis
            Wus katon neng lokil makpul
            Angumpul ing madya ari
            Amerengi Sri Budha Pon
Terjemahannya:
Yang terlihat hanya kurang 8 hari lagi, sudah sampai waktunya, kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
            Tanggal kaping lima antarane luhur
            Selaning tahun Jimakir
            Taluhu marjayeng janggur
            Sengara winduning pati
            Netepi ngumpul sak enggon
Terjemahannya:
Tanggal 5 bulan Sela (Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu, Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873) kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
Tertulis hari Rebo tanggal dua puluh delapan, sawal tahun Djimakir, angka tahunnja terhitung, Bersembah-pamit mati pudjangga Radja (sangkalan jang bermaksud: tahun 1802 Djawa) ki pudjangga pamit mati.
            Dan sesuai ramalannya, Ronggowarsito meninggal delapan hari kemudian. Tetapi ada yang berpendapat bahwa ia mengetahui hari kematiannya karena ia dihukum mati akibat permasalahannya dengan pihak istana dan pihak Belanda.
Selama hidupnya, Ronggowarsito membuat banyak karya-karya. Karya-karya Ronggowarsito tidak hanya bersifat kesusastraan, tetapi juga mengandung filsafat, hukum, ekonomi, sejarah, kemasyarakatan, dongeng-dongeng, dan sebagainya. Karena itu, Ronggowarsito bukan hanya seorang pujangga, tetapi juga seorang filsuf. Karya-karyanya yang mengandung filsafat menjadi pegangan hidup masyarakat di Jawa, bahkan sampai saat ini.
Karya-karya Ronggowarsito mempunyai tema yang bermacam-macam, salah satunya tentang filsafat sejarah. Selama ini jika kita mencari pengetahuan tentang filsafat, pasti yang muncul adalah filsuf-filsuf atau ilmuwan yang berasal dari Barat. Padahal kita mempunyai filsuf dari negeri kita sendiri, seperti Ronggowarsito.
Serat Paramayoga, Serat Pustakaraja Purwa, Serat Sabda Jati, Serat Sabdatama, Serat Jaka Lodhang, Serat Wedharaga, dan Serat Kalatida merupakan karya-karya Ronggowarsito yang membahas tantang filsafat sejarah. Selain itu, ia juga membuat tulisan ramalan-ramalan sejarah. Kebanyakan penulis Jawa jika membuat tulisan sejarah, mereka juga membuat prediksi. Sejarah bukan hanya dilihat dari masa lalu, tetapi juga masa depan. Karena itulah banyak kalangan yang menganggap Ronggowarsito sebagai seorang futurolog.



Referensi:
Jurnal filsafat, April 2004, Jilid 36, Nomor 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar