Progresivisme bukan
merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama
dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat.
Gerakan progresif
terkenal luas karena reaksinya terhadap sekolah tradisional yang membosankan,
yang menekankan disiplin keras belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang
tidak bermanfaat dalam pendidikan. Gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya
kepada guru-guru, “Kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat
setelah perang dunia pertama”. Banyak guru yang mendukungnya.
Tokoh aliran
progresivisme salah satunya adalah John Dewey. Seorang profesor di Universitas
Chicago dan Columbia (Amerika). Ia lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di
Burlington, Vermon, dan meninggal pada tanggal 1 Januari 1952 di New York. Ia
tercatat sebagai salah seorang pendiri filsafat pragmatisme. Ide filsafatnya
yang utama berkisar pada problema pendidikan yang konkret, baik teori maupun
praktik. Reputasi internasionalnya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam
bidang filsafat pendidikan progresivisme di Amerika Serikat. Dewey juga tidak
hanya berpengaruh di kalangan ahli filsafat profesional, tetapi juga karena
perkembangan idenya dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik,
dan ilmu jiwa. Ia juga tercatat sebagai juru bicara tentang cara-cara kehidupan
demokratis yang sangat terkenal di Amerika Serikat. Karya-karya Dewey yang
dianggap penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of
Certainly Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan
yang paling fenomenal adalah Democracy and Education (1916).
Teori Dewey tentang
sekolah adalah “progresivisme”, yang lebih menekankan pada anak didik dan
minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child Centered
Curiculum” dan “Child Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa
kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey
dalam bukunya “My Pedagogical Creed”, bahwa pendidikan adalah proses dari
kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang.
Aliran ini berpendapat
bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan peserta didik untuk suatu masa
depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi
pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru
dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat
ini.
Biasanya aliran
progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat
fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu
doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan
mempunyai hati terbuka.
Progresivisme merupakan
pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada
kreativitas, aktivitas, belajar, hasil belajar, dan juga pengalaman teman
sebaya.
Menurut aliran ini,
pendidikan harus memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus
menerus. Anak didik diharapkan memiliki keterampilan pemecahan masalah yang
dapat digunakan untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Pendidikan bertujuan
agar anak didik memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam
kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan. Selain itu, pendidikan
juga bertujuan membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang
demokratis yang mampu mengemukakan pendapatnya melalui pengalamannya.
Para pendidik memberi
kepada para siswa sejumlah kebebasan dalam menentukan pengalaman-pengalaman
sekolah mereka. Meskipun demikian, tidak berarti para siswa bebas melaksanakan
apapun yang mereka inginkan. Guru-guru progresif memulai dengan posisi dimana
keberadaan siswa dan melalui interaksi keseharian di kelas, mengarahkan siswa untuk
melihat bahwa mata pelajaran yang akan dipelajari dapat meningkatkan kehidupan
mereka. Dalam melakukan tugasnya, guru mempunyai peranan-peranan, yaitu sebagai
:
-
Fasilitator, orang yang menyediakan
dirinya untuk kelancaran proses belajar.
-
Motivator, orang yang mampu
membangkitkan minat anak didik untuk terus giat belajar.
-
Konselor, orang yang dapat membantu anak
didik menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapi dalam
kegiatan belajar.
Guru perlu mempunyai
pemahaman yang baik tentang karakteristik peserta didik, kecintaan terhadap
anak, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang baik. Guru harus mampu
mengenali peserta didik, terutama pada saat apakah peserta didik memerlukan
bantuan khusus dalam suatu kegiatan.
Belajar merupakan suatu
rekonstruksi yang terus-menerus sesuai dengan penemuan-penemuan baru. Menurut
pandangan progresif pengetahuan merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk
menangani situasi baru secara terus-menerus, dimana perubahan hidup merupakan
tantangan di hadapan manusia. Oleh karena itu, manusia harus berbuat dengan
pengetahuan dan pengetahuan itu harus bersumber pada pengalaman.
Aliran ini mempunyai
konsep yang mempercayai manusia memiliki kemampuan dalam menghadapi dunia dan
lingkungan hidupnya, memiliki kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah
yang akan mengancam manusia itu sendiri. Pendidikan dianggap mampu mengubah dan
menyelamatkan manusia demi masa depan. Tujuan pendidikan selalu diartikan
sebagai rekontruksi pengalaman yang terus menerus dan bersifat progresif.
Aliran progresivisme
mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita
kehidupan, dengan tujuan agar manusia dapat bertahan menghadapi semua tantangan
hidup. Aliran ini dinamai pula sebagai aliran instrumentalisme, karena aliran
ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Selain itu,
aliran ini juga dinamai sebagai aliran environmentalisme, karena aliran ini
menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Aliran filsafat
progresivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil budi manusia,
dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, tetapi selalu
berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia haruslah sejiwa
dengan kebudayaan itu.
Pendidikan sebagai alat
untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan
situasi yang edukatif sehingga output (keluaran) yang dihasilkan (anak didik)
adalah manusia-manusia yang berkualitas, unggul, berkompetitif, inisiatif,
adaptif, dan kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya.
Untuk itu sangat
diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum
eksperimental, dimana apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah
akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan
“Belajar Sambil Berbuat” (Learning by doing) dan pemecahan masalah (problem
solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
Dari pandangan
tersebut, maka sangat jelas sekali bahwa aliran filsafat progresivisme
bermaksud menjadikan anak didik yang terus maju (progress) sebagai generasi
yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Dalam pendidikan,
seharusnya guru dapat merancang dan
mempersiapkan suatu pembelajaran dengan memotivasi sehingga dapat menimbulkan
suatu pertanyaan atau masalah. Kemudian dilanjutkan dengan arahan guru menggali
informasi, mengkonfirmasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan
mengarahkan pada tujuan apa yang belum dan harus diketahui. Dengan begitu, guru
dapat mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa dalam
melaksanakan pembelajaran berdasarkan inkuiri. Jadi terlihat bahwa siswa akan
dapat menemukan sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang timbul di
awal pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan jalan
menemukan sendiri sebagai hasil kemandiriannya.
Selain itu,
pembelajaran dapat dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya
heterogen, agar anak didik dapat bekerja sama, saling berinteraksi dan
mendiskusikan hasil secara bersama-sama, saling menghargai pendapat teman, dan
dapat memutuskan kesimpulan yang disepakati bersama.
Aliran filsafat
progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan pada
abad ke-20. Aliran ini meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu,
aliran filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Karena
pendidikan yang otoriter akan mematikan anak didik untuk hidup sebagai
pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran.
Referensi:
Sadulloh, Uyoh. 2007.
Filsafat Pendidikan. Bandung : Cipta Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar